Genetic

Kamis, 13 Januari 2011

Sejenis ikan tropis yang memancarkan cahaya merah akan menjadi binatang peliharaan pertama yang direkayasa, demikian diungkapkan para ilmuwan. Ikan jenis zebra ini sesungguhnya dirancang sebagai detektor adanya racun-racun yang ada di alam. “Ikan ini semula dikembangkan untuk membantu menanggulangi polusi lingkungan,” kata Alan Blake dan rekan-rekannya dari Yorktown Technologies, perusahaan yang mendaftarkan ikan tersebut sebagai ikan peliharaan. “Mereka direkayasa agar memancarkan cahaya bila berada di lingkungan yang beracun atau tidak sehat.” Ikan zebra (Brachydanio rerio) biasanya berwarna perak dengan garis-garis hitam keunguan. Dengan rekayasa genetis, ikan ini dapat memendarkan warna hijau atau merah dari tubuhnya. Warna merah atau hijau yang bersinar itu diambil dari warna ubur-ubur yang disuntikkan ke telur-telur ikan zebra. Dengan gen ubur-ubur itu, tubuh ikan zebra dapat memancarkan cahaya. Nah, agar bisa digunakan sebagai indikator polusi, maka para peneliti memasukkan gen pemicu yang akan mengaktifkan pancaran cahaya pada ikan bila ikan berada dalam lingkungan yang mengandung zat tertentu. Menurut Blake, sejauh ini tidak ada bukti bahwa ikan-ikan hasil rekayasa tersebut akan menimbulkan ancaman pada lingkungan. “Ikan-ikan ini hanya akan memancarkan warna terang di bawah segala macam sinar, namun tidak akan mencemari lingkungan.” Ikan yang kini disebut Glofish ini mulanya dikembangkan oleh Zhiyuan Gong dari National University of Singapore. Menurut Gong, meski saat ini ikan tersebut hanya memiliki dua warna tambahan, namun sebenarnya ia bisa dikembangkan untuk memiliki lima warna berbeda, dimana masing-masing warna akan bersinar sesuai dengan jenis bahan polutan yang dijumpai ikan. “Ikan zebra (Brachydanio rerio) berfluoresens pertama hasil rekayasa genetika berhasil dikembangkan oleh para ilmuwan untuk mendeteksi adanya polutan, bahkan mulai dipasarkan sebagai binatang peliharaan.” Cuplikan informasi tersebut hanyalah salah satu contoh bagaimana teknologi DNA telah meluncurkan revolusi dalam bidang bioteknologi, yakni teknologi rekayasa genetika. Keberhasilan ini tentunya membawa angin segar dan kontribusi yang sangat besar, terutama dalam bidang rekayasa genetika ikan dan akuakultur karena selain bermanfaat bagi penelitian dasar juga dapat ditujukan untuk penggunaan komersial. Rekayasa genetika atau genetic engineering pada dasarnya adalah seperangkat teknik yang dilakukan untuk memanipulasi komponen genetik, yakni DNA genom atau gen yang dapat dilakukan dalam satu sel atau organisme, bahkan dari satu organisme ke organisme lain yang berbeda jenisnya. Dalam upaya melakukan rekayasa genetika, para ilmuwan menggunakan teknologi DNA rekombinan. Sementara organisme yang dimanipulasi dengan menggunakan teknik DNA rekombinan disebut genetically modified organism (GMO) yang memiliki sifat unggul bila dibandingkan dengan organisme asalnya. Seiring dengan kemajuan biologi molekuler sekarang ini memungkinkan ilmuwan untuk mengambil DNA suatu spesies karena DNA mudah diekstraksi dari sel-sel. Kemudian disusunlah suatu konstruksi molekuler yang dapat disimpan di dalam laboratorium. DNA yang telah mengalami penyusunan molekuler dinamakan DNA rekombinan sedangkan gen yang diisolasi dengan metode tersebut dinamakan gen yang diklon. Semenjak ditemukannya struktur DNA oleh Watson dan Crick (1953), kemudian mulai berkembanglah teknologi rekayasa genetika pada tahun 1970-an dengan tujuan untuk membantu menciptakan produk dan organisme baru yang bermanfaat. Sejarah membuktikan bahwa teknik rekayasa genetika terus-menerus mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari metode-metode sebelumnya. Awal mulanya digunakan teknik konservatif yang dipelopori oleh Gregor Mendel dalam proses perkawinan silang (breeding) untuk mendapatkan bibit unggul yang bersifat hibrid. Proses ini memakan waktu lama dan memiliki kekurangan, yakni muncul sifat yang tak dinginkan dari tanaman atau hewan tetuanya. Sampai akhirnya lahirlah rekayasa genetika modern menggunakan teknologi DNA rekombinan. Rekombinasi dilakukan secara in vitro (di luar sel organisme), sehingga dimungkinkan untuk memodifikasi gen-gen spesifik dan memindahkannya di antara organisme yang berbeda seperti bakteri, tumbuhan dan hewan ataupun dapat mencangkok (kloning) hanya satu jenis gen yang diinginkan dalam waktu cepat. Sejak dimulainya perkembangan rekayasa genetika, beberapa teknik terus diperbaiki dan ditingkatkan dalam rangka menuju teknologi DNA rekombinan yang lebih maju. Teknik-teknik yang telah dikembangkan tersebut antara lain: (1) poliploidisasi (2) androgenesis (3) ginogenesis (4) kloning (5) chimeras (6) transgenik. Beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan rekayasa genetika atau teknologi DNA rekombinan sebagai berikut: 1. Isolasi DNA yang mengandung gen target atau gen of interest (GOI). 2. Isolasi plasmid DNA bakteri yang akan digunakan sebagai vektor. 3. Manipulasi sekuen DNA melalui penyelipan DNA ke dalam vektor. (a.) Pemotongan DNA menggunakan enzim restriksi endonuklease. (b.) Penyambungan ke vektor menggunakan DNA ligase. 4. Transformasi ke sel mikroorganisme inang. 5. Pengklonan sel-sel (dan gen asing). 6. Identifikasi sel inang yang mengandung DNA rekombinan yang diinginkan 7. Penyimpanan gen hasil klon dalam perpustakaan DNA. Rekayasa genetika telah merambah di berbagai bidang, tidak terkecuali bidang perikanan yang menghasilkan ikan kualitas unggul, sebagai contoh antara lain: * Ikan zebra yang biasanya berwarna perak dengan garis-garis hitam keunguan, setelah disisipi dengan gen warna ubur-ubur yang disuntikkan ke telur ikan-ikan zebra maka dapat memendarkan warna hijau atau merah dari tubuhnya. Gen pemicu dari ubur-ubur akan mengaktifkan pancaran cahaya pada ikan bila ikan berada dalam lingkungan yang mengandung bahan polutan tertentu. * Ikan karper transgenik dengan pertumbuhan mencapai tiga kali dari ukuran normalnya karena memiliki gen dari hormon pertumbuhan ikan salmon (rainbow trout) yang ditransfer secara langsung ke dalam telur ikan karper. Begitu pula penelitian lainnya memberikan hasil yang serupa, yakni seperti pada ikan kakap (red sea bream) dan salmon Atlantik yang juga sama-sama disisipi oleh gen growth hormone OPAFPcsGH. * Ikan goldfish yang disisipi dengan ocean pout antifreeze protein gene diharapkan dapat meningkatkan toleransi terhadap cuaca dingin. * Ikan medaka transgenik yang mampu mendeteksi adanya mutasi (terutama yang disebabkan oleh polutan) sangat bermanfaat bagi kehidupan hewan akuatik lainnya dan di bidang kesehatan manusia. Ikan tersebut setelah disisipi dengan vektor bakteriofag mutagenik, kemudian vektor DNA dikeluarkan dan disisipkan ke dalam bakteri pengindikator yang dapat menghitung gen mutan. * Ikan transgenik menjadi tahan lama dan tidak cepat busuk dalam penyimpanan setelah ditransplantasikan gen tomat. Namun bisa juga sebaliknya apabila penerapan ditujukan untuk dunia pertanian, maka gen ikan yang hidup di daerah dingin dapat dipindahkan ke dalam tomat untuk mengurangi kerusakan akibat dari pembekuan. Berbagai kontroversi menyelimuti produk-produk hasil rekayasa genetika. Kekhawatiran-kekhawatiran mengenai produk rekayasa genetik yang memiliki kemungkinan bersifat racun, menimbulkan alergi serta terjadi resistensi terhadap bakteri dan antibiotik selalu terjadi dalam masyarakat. Memang DNA rekombinan yang diproduksi dengan cara buatan itu dapat berbahaya jika tidak disimpan secara layak dan tindakan pencegahan yang ketat perlu diterapkan pada pekerjaan semacam ini. Jadi hanya galur-galur non-patogenik yang dipergunakan sebagai inang atau galur-galur lain yang dapat tumbuh dalam kondisi laboratorium. Namun demikian, hal ini tidaklah menyurutkan para saintis untuk terus memperbaiki kualitas penelitian di bidang rekayasa genetika semata-mata adalah demi kemaslahatan bersama. Pada akhirnya, kita harus mempertimbangkan masalah-masalah sosial, etika dan moral ketika teknologi gen menjadi lebih ampuh. http://www.kompas.com/teknologi/

Read More......

CROSS BREEDING PADA IKAN NILA

Sumber daya alam yang ada di negara kita sangat melimpah, termasuk dalam bidang perikanan dan kelautan. Namun dalam hal pemanfaatan dan pongelolaannya kuarg optimal, banyak penangkapan-penangkapan liar yang dilakukan sehingga apabilahal ini dilakukan ters-enerus maka kekayaan alam kita khususnya perikanan akan mengalami pengurangan yang drastis. Dalam bidang budidaya perikanan, untuk melakukan mengurangi dampak dari kegiatan tersebut, dilakukanlah berbagai teknologi untuk meningkatkan produksi perikanan tanpa melakukan penangkapan yang akan merusak kelestarian ikan yang ada di perairan Indonesia. Salah satu teknologi yang dilakukan untuk meningkatkan produksi perikanan ini adalah dengan melakukan kegiatan produksi benih ikan berkualitas (unggul) melalui proses persilangan yang menguntungkan. Penggunaan benih yang berkualitas dan kuantitasnya mencukupi pada saat proses budidaya, merupakan hal yang pokok untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Hal ini tengah dilakukan oleh balai risert dan teknologi yang ada di Indonesia supaya bisa memenuhi kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan, dengan cara melakukan breeding program yaitu melakukan selektif breeding, hibridisasi/out breeding/croos breeding, inbreeding, monosex/sereversal, serta kombinasi dari beberapa program tersebut. Tujuan dari beberapa program breeding adalah : - Menghasilan benih yang unggul yang dapat diperoleh dari induk hasil seleksi agar dapat meningkatkan produktifitas. - Memperoleh induk-induk yang murni, yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya kepada keturunannya serta memperpendek waktu dalam mencapai turunan filialnya dengan cara Gynogenesis. Tujuan dari pelaksanaan praktikum yang dilakukan pada mata kuliah ini dalah agar mahasiswa/praktikan dapat : 1. Memahami prosedur kerja pada masing masing program breeding 2. Melakukan kegiatan/mengaplikasikan seleksi ikan atau pemuliaan ikan secara baik dan benar serta mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapan. 3. Menggunakan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pemuliaan ikan secara baik dan benar. 4. Menghitung dosis penggunaan obat atau bahan-bahan tertentu yang sesuai dengan prosedur yang telah direkomendasikan Seleksi ikan disebut juga perbaikan genetik (Genetic improvement) merupakan aplikasi genetik dimana informasi genetik dapat diketahui dengan cara ini untuk melakukan pemuliaan. Tujuan dari pemuliaan itu sendiri adalah menghasilkan benih yang unggul yang diperoleh dari induk hasil seleksi agar dapat meningkatkan produktifitas. Produktifitas dalam budidaya ikan dapat ditingkatkan dengan beberpa cara yaitu ektensifikasi dan intensifikasi. Ektensifikasi adalah meningkatkan hasil dengan memperluas lahan budidaya, sedangkan intensifikasi ialah meningkatkan hasil persatuan luas dengan melakukan manipulasi terhadap faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Tave (1995), seleksi adalah program breeding yang memanfaatkan phenotypic variane (keragaman fenotipe) yang diteruskan dari orang tua kepada keturunannya, keragaman fenotipe merupakan penjumlahan dari keragaman genetik, keragaman lingkungan dan interaksi antara variasi lingkungan dan genetik. Pelaksanaan seleksi ikan ada dua cara yaitu seleksi terhadap fenotipe kualitatif yang dilihat dari warna tubuh, tipe sirip, polasisik, bentuk punggung sedangkan seleksi terhadap fenotipe kuantitatif yang dilihat dari pertumbuhan, fikunditas, daya tahan terhadap penyakit dan sebagainya. Pelaksanaan pemuliaan pada ikan dapat dilakukan dengan beberapa cara dari program breeding salah satunya adalah cross breeding. Cross Breeding atau hibridisasi merupakan program persilangan yang dapat diaplikasikan pada semua makhluk hidup yang bertujuan untuk mengumpulkan sifat-sifat unggul yang dimiliki pada masing-masing induk yang diwariskan pada keturunannya, terkadang hasil croos breeding ditemukan strain baru yang berbeda dengan masing masing induknya. Hibridisasi akan mudah dilakukan apabila dapat dilakukan pemijahan seacara buatan seperti halnya pada ikan lele dan patin, dengan melihat marfologi ikan lele dan ikan patin khususnya alat reproduksinya sangat memungkinkan untuk dilakukan reproduksi buatan yang terdiri dari proses pematangan gonad, teknik pemngambilan sperma dan telur serta pencampurannya. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan praktikum seleksi ikan “Croos breeding “ dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2006, yang dilaksanakan di Hatchery Departemen Perikanan Budidaya VEDCA Cianjur. B. Alat dan Bahan - Spuit - Bulu ayam - Mangkok - Bak fiber - Bak beton - Akuarium - Timbangan - Kakaban Kain lap - Alat tulis - Air bersih - Induk ikan patin jantan - Induk ikan lele betina - Ovaprin - Aquabides - Larutan fisiologis C. Prosedur Kerja Prosedur kerja praktikum croos breeding ini adalah: a. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan b. Seleksi induk jantan ikan patin dan induk betina ikan lele yang matang gonad c. Masukan induk-induk terseut dalam bak fiber secara terpisah d. Lakukan penyuntikan pada kedua induk jantan dan betina dengan ovaprin. Dosis penyuntikan disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan yaitu jantan 0,02 cc dan betina 0,03 cc setelah itu masukan kembali induk-induk tyersebut dalam bak. e. Bersihkan 6 buah akuarium yang akan digunakan untuk proses penetasan dari hasil penyuntikan serta bersihkan kakaban secukupnya untuk tempat penempelan telur. f. Setelah 6 jam dari penyuntikan, lakukan striping pada induk betina ikan lele dan setelah telurnya semuanya keluar dan ditampung dalam mangkok atau baki kemudian lakukan striping induk patin jantan dan masukan sperma pada telur tersebut kemudian campur sperma dengan telur yang ditambahi dengan larutan fisiologis secukupnya. g. Setelah itu masukan telur yang telah dicampur dengan sperma kedalam akuarium yang telah disiapkan sebelumnya dengan pemberian kakaban sebagai substratnya. h. Setelah 24 jam telur menetas angkat kakaban dari dalam akuarium dan bersihkan telur yang tidak menetas i. Pelihara larva tersebut dan lakukan pengamatan serta lakukan pergantian air dan pemberian pakan. HASIL Hasil praktikum Cross Breeding yaitu dari perkawinan silang antara ikan Lele (betina) dan ikan patin (jantan) mengalami tingkat fertilisasi 1 %. Pada kegiatan penetasan, dilakukan pengukuran parameter kualitas air (suhu, pH dan Oksigen) yang dilakukan pada pagi, siang dan sore hari yang dilakukan selama dua hari Tabel pengukuran parameter kualitas air Hari ke- Suhu pH Oksigen terlarut (DO) pagi siang sore pagi siang sore pagi siang sore 1 26 30 31 7.5 7,8 8 2,5 8 3 2 27 31 32 8 8 8 3 3 3 Induk yang digunakan pada praktikum croos breeding mempunyai ukuran dan dosis yang digunakan seagai berikut : No Jenis induk Berat (kg) Dosis ovaprim (ml) 1 Betina lele dumbo 0,8 0,2 2 Jantan patin 0,7 0,1 PEMBAHASAN Croos breeding merupakan menyilangkan pada satu rumpun ataupun jauh yang bertujuan untuk melakukan hibridisasi, sehingga akan diperoleh individu yang unggul ataupun strain baru. Aplikasi croos breeding tidaklah rumit sehingga sangat mudah untuk diaplikasikan, yang perlu dierhatikan jika melakukan croos breeding dengan berbeda jenis adalah ukuran dari lubang mikrofil dengan ukuran kepala sperma sehingga akan mudah diperhitungkan factor-faktor terjadinya kegagalan dan terjadinya pertumbuhan. Praktikum cross breeding yang dilakukan mengalami kegagalan yang disebabkan oleh factor kematangan telur yang belum merata dan kualitas air yang fluktuatif. Kematangan gonad dalam melakukan proses pembuahan secara buatan adalah hal pokok yang harus diperhatikan sehingga proses pembuahan akan terjadi dengan baik. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pemijahan. Faktor-faktor tersebit adalah faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal meliputi hormon, kematangan gonad dan volume kuning telur. Hormon yang mempengaruhi dalam proses pemijahan ini adalah hormon yang dihasilkan kelenjar Hipofisa dan Tyroid yang berperan dalam proses metamorfosa. Kematangan gonad khususnya pada ikan betina terlihat dari keseragaman ukuran dan besar kecilnya ukuran telur yang ada, dalam praktek ini terjadi kegagalan karena ukuran telur yang tidak seragam dan tingkat kematangan yang masih rendah terlihat dari ukuran telur yang kecil-kecil. Sedangkan kuning telur berkaitan dengan pasokan makanan untuk larva apabila telah menetas sedangkan fakto eksternal adalah kualitas dan kuantitas air serta SDM yang menguasai teknik ini atau tidak. Dari seg kuantitas air, dalam pelaksanaan praktik ini sudah cukup memenuhi standart, namun dari segi kualitas, terjadinya fluktuasi suhu yang sangat tinggi hingga membuat telur yang akan ditetaskan mengalami kematian. Dari segi SDN, kemingkinan kegiatan ini tidak bersil dikarenakan tingkat kemampuan praktikan yang melaksanakan praktik ini sangat rendah. Croos breeding merupakan menyilangkan pada satu rumpun ataupun jauh yang bertujuan untuk melakukan hibridisasi, sehingga akan diperoleh individu yang unggul ataupun strain baru. Aplikasi croos breeding tidaklah rumit sehingga sangat mudah untuk diaplikasikan, yang perlu dierhatikan jika melakukan croos breeding dengan berbeda jenis adalah ukuran dari lubang mikrofil dengan ukuran kepala sperma sehingga akan mudah diperhitungkan factor-faktor terjadinya kegagalan dan terjadinyaperumbuhan.

Read More......